INTERAKSI OBAT
DEFINISI INTERAKSI OBAT
Interaksi obat adalah perubahan suatu efek farmakologi suatu obat yang dipengaruhi oleh obat lain. Perubahan efek farmakologi tersebut disebabkan karena adanya dua atau lebih obat yang diberikan secara bersamaan menghasilkan efek yag berbeda dibandingkan efek obat secara tunggal. Interaksi oabt terjadi bila efek dari salah satu obat dipengaruhi oleh obat lain. Biasanya mengakibatkan reaksi obat yang merugikan, tetapi pada beberapa kasus interaksi obat dapat bersifat menguntungkan.
Obat yang dapat menyebabkan terjadinya interaksi dinamakan obat pressipitan, sedangkan obat yang aksinya dipengaruhi oleh obat pressipitan dinamakan sebagai obat objek. Dalam suatu interaksi terkadang efek dari kedua obat saling dipengaruhi, contohnya : interaksi yang kompleks antara fenitoin dan fenobarbital, sehingga keduanya tidak termasuk obat pressipitan atau obat objek.
Obat yang terlihat dalam interaksi dibedakan menjadi
A. Obat-obat yang Cenderung Menyebabkan Terjadinya Interaksi Obat (Obat Pressipitan), yaitu
A.1. Obat yang Memiliki Ikatan Obat-protein Kuat
Obat yang memiliki ikatan obat protein kuat lebih dominan karena obat tersebut dapat mendesak obat objek yang terikat lemah dengan protein sehingga terbebaskan, akibatnya kadar obat bebas dalam darah meningkat dengan tajam. Obat-obatan yang mempunyai ikatan obat-protein kuat antara lain : aspirin, fenilbutazon, dan sulfonamid. Pendesakan merupakan hal yang terpenting untuk obat yang terikat lebih dari 95% dan mempunyai indeksi terapi sempit
A.2. Obat-obat yang Menstimulasi atau Menginhibisi Metabolisme Obat Lain
Interaksi obat yang menstimulasi atau penginhibisi metabolisme obat lain dapat menguntungkan atau merugikan tergantung dari sifat obatnya masing-masing. Contah obat yang dapat menstimulasi obat lain yaitu : antikonvulsan (Fenitoin, karbamazepin, dan fenobarbital), rifampisi, diklofenazon, dan griseovulvin. Contoh obat yang dapat menginhibisi obat lain yaitu : Allopurinol, kloramfenikol, simetidin, metronidazol, dan imidazol lainnya (ketokonazol), inhibitor monoamin oksidase, fenilbutazon, azoprazone, sulpirazone, dan antibiotik quinolon (contoh : ciprofloksasin)
A.3. Obat-obat yang mempengaruhi fungsi renal dan kliren ginjal dari obat objek. Contohnya : diuretik dan probensid
B. Obat-obat yang cenderung menjadi objek dari interaksi (obat objek), yaitu :
Selain ada obat-obat yang cenderung menyebabkan interaksi, ada juga obat yang cenderung menjadi objek interaksi obat yaitu obat-obat yang memiliki kurva dosis respon curam (dengan perubahan dosis yang kecil mengakibatkan perubahan efek terapi yang besar terutama bila menybabkan penurunan efikasi dari obat objek) dan obat yang memiliki rasio efek toksik dengan indeks terapi yang sempit. Contoh : antibiotika aminoglikosida, antikoagulan, antikonvulsan, antihipertensi, glikosida jantung, obat sitotoksika dan imunosupresan, kontrasepsi oral, dan obat-obat yang mepunyai aksi pada sistem saraf pusat.
Efek obat dapat bertambah kuat atau berkurang karena adanya interaksi. Akibat yang tidak dikehendaki dari peristiwa interaksi ini ada dua kemungkinan, yakni meningkatnya efek toksik atau efek samping obat, atau berkurangnya efek klinik yang diharapkan. Tetapi kebanyakan obat bersifat menguntungkan daripada merugikan.
INTERAKSI OBAT MERUGIKAN ATAU MENGUNTUNGKAN ?
Interaksi obat dapat berakibat menguntungkan atau merugikan. Interaksi obat yang menguntungkan contohnya antara lain :
1. Penisilin dengan probenesid
Probenesid menghambat sekresi penisilin di tubuli ginjal sehingga meningkatkan kadar penisilin dalam plasma dan dengan demikian meningkatkan efektifitas.
2. Metoklopramid dengan parasetamol
Metoklopramid meningkatkan pengosongan lambung sehingga akan mempercepat absorbsi analgesik terutama pada pengobatan migran akut.
3. Pada gagal jantung pengurangan aliran plasma pada ginjal dan perubahan tingkat aldosteron memulai terjadi retensi terhadap garam dan air, maka diuretik dan digitalis biasanya diberikan secara bersamaan. Interaksi obat yang merugikan, contohnya antara lain :
1. Kombinasi INH dan rifampisin dapat menyebabkan peningkatan hepatotoksik
2. Kombinasi eritromisin dan teofilin menyebabkan peningkatan kadar dan tosisitas teofilin, serta penurunan kadar eritromisin.
3. Kombinasi asam valproat dan fenitoin menyebabkan efek fenitoin meningkat sedangkan efek asam valproat berkuang, juga terjadi toksisitas fenitoin
4. Kombinasi antara aminofilin dan eritromisin menyebabkan peningkatan kadar dan toksisitas aminofilin, serta penurunan eritromisin.
Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi, terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan atau indeks terapi yang sempit atau meiliki kurva dosis respon yang curam, karena peningkatan sedikit saja dari kadar plasma dapat menimbulkan gejala toksik yang hebat, terutama antikoagulansia kumarin, teofilin, fenitoin, digoksin, tolbutamid, dan antidiabetik oral lainnya dan obat-obat yang memerlukan kontrol dosis yang ketat, contohnya : Antikoagulansia, antihipertensi, dan antidiabetik
Hasil klinik interaksi obat bisa berwujud :
1. Antagonisme (1+1 <2) adalah kegiatan obat pertama dikurangi atau ditiadakan sama sekali oleh obat kedua yang memiliki khasiat farmakologis yang bertentangan, misalnya adrenalin dan histamin :
2. Sinergisme (1+1>2) adalah kerjasama antara dua obat dan dikenal ada dua jenis, yaitu
2.1. Adisi (sumasi). Efek kombinasi adalah sama dengan jumlah kegiatan dari masing-masing obat (1+1 =2), misalnya kombinasi asetosal dan parasetamol.
2.2. Potensi (mempertinggi potensi). Kegiatan obat diperkuat oleh obat kedua (1+1 >2). Kedua obat dari kombinasi dapat memiliki kegiatan yang sama, seperti, estrogen dan progesteron, sulfametokzasol dan trimetroprim, asetosal dan kodein, atau suatu obat tidak memiliki efek bersangkutan misalnya, analgesika dan klorpromazin, benzodiazepin, benzodiazepin atau meprobamat dan alkohol, penghambat MA dan amfetamin dan lain-lain.
3.Idiosinkrasi adalah peristiwa suatu obat memberikan efek yang kualitatif total berlainan dari efek normalnya. Umumnya hal ini disebabkan oleh kelainan genetika pada pasien yang bersangkutan. Sebagai contoh disebut anemia hemolitik (kurang darah akibat terurainya sel-sel darah) setelah pengobatan malaria dengan primaquin atau derivatnya. Kelompok pasien yang sering mengalami interaksi obat, yaitu usia lanjut, pasien dengan penyakit kritis atau kronis, dan pasien yang mendapat prosedur pebedahan yang komplek,. Pasien tersebut sering mengalami kelemahan fungsi organ yang berdampak pada proses eliminasi obat keluar tubuh, hal ini dapat meningkatkan kemungkinan interaksi obat.
TIPE INTERAKSI OBAT
Macam-macam tipe interaksi obat yaitu obat dengan obat, obat dengan makanan, obat dengan penyakit, dan obat dengan tes laboratorium.
A. Interaksi Obat dengan Obat
Tipe interaksi obat dengan obat merupakan interaksi yang paling penting dibandingkan dengan ketiga interaksi lainnya. Semua pengobatan termasuk pengobatan tanpa resep atau obat bebas harus diteliti terhadap terjadinya interaksi obat, terutama bila berarti secara klinik karena dapat membahayakan pasien.
Dua faktor yang harus dipertimbangkan bila kombinasi antara obat-obat berpotensi terhadap terjadinya interaksi :
A.1. Apakah interaksi akan terjadi segera setelah atau beberapa saat setelah pemberian dengan kombinasi terapi ?
A.2. Apakah interaksi berpotensi untuk menimbulkan keparahan?
Mengetahui onset dan interaksi dapat menolong mencegah bila tingkat keparahan telah ditentukan dalam literatur atau memonitor terhadap interaksi. Contoh perubahan konsentrasi dalam darah. Interaksi obat tergantung pada tingkat keparahannya, maka perlu memberi informasi kepada pasien untuk melapor segera mungkin bila terjadi gejala yang menggangu. Tingkat keparahan suatu interaksi dapat dipengaruhi oleh konsentrasi serum obat sebelum obat yang berinteraksi diberikan atau oleh obat yang memiliki indeks terapi sempit. Contohnya : interaksi antara teofilin dan eritromisin, interaksi ini dapat meningkatkan konsentrasi serum dan toksisitas teofilin jika dosis eritromisin besar. Penghentian salah satu obat mungkin tidak diperlukan dalam interkasi klinik, bila :
A.1. Dosis dapat diubah
A.2. Dosis dari salah satu obat atau keduanya dapat dikurangi
A.3. Memonitor keadaan pasien dengan hati-hati
Bila dosis dari salah satu atau kedua obat dihentikan, maka obat lain juga memerlukan penyesuaian dosis
B. Interaksi Obat dengan Makanan
Tipe interaksi obat dengan makanan masih banyak belum diketahui dan dimengerti. Tipe interaksi kemungkinan besar dapat mengubah parameter farmakokinetik dari obat terutama pada proses absorpsi dan eliminasi, ataupun efikasi dari obat. Contoh : MAO inhibitor dengan makanan yang mengandung tiramin memacu pelepasan norepinefrin sehingga terjadi tekanan darah yang tidak normal, makanan berlemak meningkatkan daya serap griseofulvin, pemakaian kontrasepsi oral membutuhkan vitamin B yang lebih tinggi untuk memperoleh keadaan normal.
C. Interaksi Obat dengan Penyakit
Acuan medis seringkali mengacu pada interaksi obat dan penyakit sebagai kontraindikasi relatif terhadap pengobatan. Kontraindikasi mutlak merupakan resiko, pengobatan penyakit tertentu klirang secara jelas mempertimbangkan manfaat terhadap pasiennya. Pada tipe interaksi ini, ada obat-obat yang dikontraindikasikan pada penyakit tertentu yang didierita oleh pasien. Misalnya pada kelainan fungsi hati dan ginjal, pada wanita hamil ataupun ibu hamil yang sedang menyusui. Contohnya pada wanita hamil terutama pada trisemester pertama jangan diberikan obat golongan benzodiazepin dan barbiturat karena akan menyebabkan teratogenik berupa phocomelia.
D. Interaksi Obat dengan Tes Laboratorium
Interaksi obat dengan tes laboratorium dapat mengubah akurasi diagnostik tes sehingga dapat terjadi positif palsu dan negatif palsu. Hal ini dapat terjadi karena interferensi kimiawi. contoh interaksi obat dengan tes laboratorium misalnya pada pemakaian laksatif golongan atraquinon dapat menyebabkan tes urine pada uribilinogen tidak akurat.
DIMANA TEMPAT TERJADINYA INTERAKSI OBAT ?
Tempat terjadinya interaksi obat dapa dibedakan atas 3 tempat, yaitu : interaksi farmasetik (inkompatibilitas), interaksi pada proses farmakokinteik, dan interaksi pada proses farmakodinamik
A. Interaksi Farmasetik (inkompabilitas)
Interaksi farmasetik terjadi di luar tubuh (sebelum obat diberikan) antar obat yang tidak dapat dicampur (inkopatibel). Pencampuran obat yang demikian menyebabkan terjadinya interaksi secara langsung baik fisik atau kimiawi, yang hasilnya mungkin terlihat sebagai pembentukan endapan, perubahan warna dan lain-lain atau mungkin juga tidak terlihat. Interaksi farmasetik merupakan interaksi kimiawi, contohnya : pencampuran obat dalam larutan infus intravena. Interaksi farmasetik mengakibatkan hilangnya aktivitas dari obat objek.
B. Interaksi Farmkokinetik
Interaksi farmakokinetik terjadi apabila obat pressipitan mengubah proses absorbsi, distribusi, atau eliminasi dari obat objek. Dengan demikian interaksi ini mengikatkan atau mengurangi jumlah obat yang tersedia di dalam tubuh untuk menimbulkan efek farmakologiknya. Akibatnya, terjadi peningkatan toksisitas atau penurunan efektivitas obat tersebut. Interaksi farmakokinteik tidak dapat diekstrapolasikan ke obat lain yang segolongan dengan obat yang berinteraksi, sekalipun struktur kimianya miripi, karena antar obat segolongan terdapat variasi sifat-sifat fisikokimia yang menyebabkan variasi sifat-sifat farmakokinetiknya. Interksi farmakokinetik dapat digolongkan menjadi 4 kelompok, yaitu :
B.1. Interaksi farmakokinetik yang mempengaruhi absorbsi obat
B.2. Interaksi farmakokinetik yang mempengaruhi distribusi obat
B.3. Interaksi farmakokinetik yang mempengaruhi metabolisme obat
B.4. Interaksi farmakokinetik yang mempengaruhi ekskresi ginjal
C. Interaksi Farmakodinamik
EmoticonEmoticon