DRUGS RELATED PROBLEMS (DRPs)


Drugs Related Problems (DRPs) adalah kejadian atau kondisi yang aktual atau potensial melibatkan terapi obat dan dapat mempengaruhi hasil pengobatan yang optimal dari pasien. Bila akibat dari Drugs Related Problems (DRPs) diamati melalui pasien maka kejadian tersebut dikatakan bersifat aktual, sedangkan bila akibatnya baru diamati melalui resep dikatakan resep tersebut berpotensi untuk terjadinya Drugs Related Problems (DRPs). Drugs Related Problems (DRPs) mencakup masalah-masalah :
a. Tidak tepat indikasi (untreated indications)
Pasien memerlukan terapi pengobatan yang sesuai dengan indikasinya tetapi pasien tidak dapat menerima terapi tersebut
b. Menyeleksi obat yang tidak tepat (improper drug selection)
Obat yang diresepkan dapat bersifat efektif atau mengandung racun.
c. Dosis dibawah dosis terapi (subtherapeutic dosage)
Obat yang benar diberi resep sedikit sekali
d. Kegagalan menerima pengobatan (failure to recieve drugs)
pasien tidak dapat menerima atau menggunakan obat yang diberikan
e. Overdosis (overdosage)
Obat yang benar diberikan terlalu banyak atau berlebihan
f. Reaksi obat yang tidak diinginkan (adverse drug reaction)
Pasien yang mengalami masalah kesehatan yang menghasilkan reaksi obat yang berlawanan atau efek obat yang dihasilkan berlawanan dari yang diharapkan.
g. Interaksi obat (drug interaction)
Pasien mengalami maslah kesehatan, yaitu terjadinya interaksi antara obat dengan obat, obat dengan makanan, atau obat dengan hasil tes laboratorium
h. Penggunaan obat tanpa indikasi yang jelas (drug use without indication)
Pasien menggunakan obat tanpa indikasi yang jelas

KERASIONALAN PENGOBATAN


Penggunaan obat yang tidak tepat, tidak efektif, tidak aman, dan juga tidak ekonomis lebih dikenal dengan istilah tidak rasional. hasil dari konferensi para ahli mengenai kerasionalan obat yang dilaksankan oleh WHO di Nairobi tahun 1985, mendefinisikan penggunaan obat yang rasional sebagai berikut :
"The rational use of drugs requires that patients recieve medications appropriate to their clinical needs, in doses that meet their own individual requirment, for an adequate period of time, and at the lowest cost to them and their community (Quick, et al, 1997)
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan obat dikatakan rasional jika pasien menerima pengobatan sesuai dengan kebutuhan klinisnya, dalam dosis yang disesuaikan dengan kebutuhan individu masing-masing, dalam periode waktu yang cukup, dan dengan harga yang terjangkau oleh pasien dan masyarakat.
Penulisan resep harus didasarkan pada suatu seri tahapan rasional, yang meliputi :
a. buatlah diagnosis spesifik
b. pertimbangkan patofisiologi dari diagnosis yang dipilih
c. pilih suatu obyektif terapetik yang spesifik
d. pilih suatu obat pilihan
e. tentukan regimen dosis yang sesuai
f. susun rencana untuk memantau efek obat dan titik akhir terapi
g. rencanakan program untuk pendidikan pasien (Katzung, 2001)
Dampak negatif penggunaan obat yang tidak rasional dapat dilihat dari berbagai segi. Selain pemborosan dari segi ekonomi, pola penggunaan obat yang tidak rasional dapat berakibat menurunnya mutu pelayanan pengobatan, misalnya meningkatnya efek samping obat, meningkatnya kegagalan pengobatan, meningkatnya resistensi antimikroba, dan sebagainya.

Beberapa contoh penggunaan obat yang tidak rasional antara lain :
a. Obat yang diberikan tidak diperlukan
penggunaan obat pada saat obat tidak diperlukan menyangkut banyak penggunaan obat yang nonterapetik. Contohnya di kebanyakan negara, mayoritas pediatri yang mengalami infeksi saluran pernapasan atas yang ringan diobati dengan antibiotika. Begitu juga pada penggunaan antimikroba yang tidak diperlukan dan tidak efektif atau mengganti larutan oral rehidrasi pada antidiare yang diresepkan tanpa membedakan dengan diare akut untuk pediatri.
b. Obat yang salah
Pada beberapa negara, banyak pediatri dengan farringitis streptococcus tidak diobati dengan benar menggunakan penisilin spektrum sempit. Sebaliknya menggantinya dengan tetrasiklin, yaitu obat yang tidak direkomendasikan untuk profilaksi demam rematik yang mengikuti farringitis streptococcus yang punya efek samping serius pada pediatri biasanya diresepkan.
c. Obat yang tidak efektif dan kemanjurannya diragukan
Penggunaan yang berlebihan dan tidak diperlukan dari sediaan multivitamin atau tonikum adalah contoh pada pola peresepan ini.
d. Obat tidak aman
Kemungkinan efek samping obat selain efek terapetik dapat muncul pada peresepan obat yang tidak aman. Contoh yang umum adalah penggunaan steroid anabolik untuk stimulasi pertumbuhan dan nafsu makan pada pediatri atau atlit
e. Tidak digunakannya obat efektif yang tersedia
Di Jawa Barat, Indonesia. Suatu penelitian menunjukkan bahwa larutan oral rehidrasi hanya diresepkan untuk sebagian kecil pediatri penderita diare akut. Tidak digunakannya oral rehidrasi yang efektif untuk terapi diare akut pada pediatri juga masih sering terjadi di banyak negara.
f. penggunaan obat yang tidak benar
Sediaan injeksi umumnya digunakan secara tidak benar. Frekuensi penggunaan obat yang tidak benar adalah pemberian antibiotik pada pasien hanya untuk 1-2 hari, daripada untuk terapi yang penuh.

Macam-Macam Ketidakrasionalan dalam Peresepan Obat antara lain :
a. Peresepan boros (extravagant prescribing)
a.1. memberikan resep obat yang mahal walaupun masih tersedia obat lain yang mempunyai manfaat dan keamanan yang sama.
a.2. terlalu berorientasi pada pengobatan terhadap gejala penyakit, tanpa mencari faktor penyebab lain
a.3. pemakaian obat merk dagang secara berlebihan sementara masih tersedia generik yang mempunyai kualitas, kemanfaatan, dan keamanan yang sama.
b. Peresepan berlebihan (over prescribing)
b.1. memberikan resep obat yang tidak dibutuhkan
b.2. pemakaian obat dengan dosis yang berlebihan sehingga menyebabkan lamanya pengobatan.
b.3. jumlah obat yang diberikan melebihi jumlah yang dibutuhkan
c. Peresepan keliru (incorrect prescibing)
c.1. penegakan diagnosis yang tidak tepat
c.2. diagnosis yang ditegakkan tepat tapi pemilihan obat keliru
c.3. penulisan resep yang tidak tepat
d. Polifarmasi (multiple prescribing)
memberikan resep lebih dari dua macam obat yang mempunyai manfaat dan keamanan yang sama
e. Peresepan kurang (under prescribing)
e.1. tidak memberikan resep obat yang diperlukan
e.2. dosis obat yang diresepkan tidak mencukupi
e.3. jumlah obat yang diberikan kurang sehingga menyebabkan lamanya pengobatan
Agar tercapai tujuan pengobatan yang efektif, aman, dan ekonomis, maka pemberian obat harus memenuhi prinsip-prinsip farmakoterapi sebagai berikut :
a. tepat indikasi
b. tepat penilaian kondisi pasien
c. tepat pemilihan obat (obat yang efektif, aman, ekonomis, dan sesuai dengan kondisi pasien)
d. tepatdosis dan cara pemberian obat
e. tepat evaluasi dan tidak lanjut

INTERAKSI OBAT


DEFINISI INTERAKSI OBAT
Interaksi obat adalah perubahan suatu efek farmakologi suatu obat yang dipengaruhi oleh obat lain. Perubahan efek farmakologi tersebut disebabkan karena adanya dua atau lebih obat yang diberikan secara bersamaan menghasilkan efek yag berbeda dibandingkan efek obat secara tunggal. Interaksi oabt terjadi bila efek dari salah satu obat dipengaruhi oleh obat lain. Biasanya mengakibatkan reaksi obat yang merugikan, tetapi pada beberapa kasus interaksi obat dapat bersifat menguntungkan.
Obat yang dapat menyebabkan terjadinya interaksi dinamakan obat pressipitan, sedangkan obat yang aksinya dipengaruhi oleh obat pressipitan dinamakan sebagai obat objek. Dalam suatu interaksi terkadang efek dari kedua obat saling dipengaruhi, contohnya : interaksi yang kompleks antara fenitoin dan fenobarbital, sehingga keduanya tidak termasuk obat pressipitan atau obat objek.

Obat yang terlihat dalam interaksi dibedakan menjadi
A. Obat-obat yang Cenderung Menyebabkan Terjadinya Interaksi Obat (Obat Pressipitan), yaitu
A.1. Obat yang Memiliki Ikatan Obat-protein Kuat
Obat yang memiliki ikatan obat protein kuat lebih dominan karena obat tersebut dapat mendesak obat objek yang terikat lemah dengan protein sehingga terbebaskan, akibatnya kadar obat bebas dalam darah meningkat dengan tajam. Obat-obatan yang mempunyai ikatan obat-protein kuat antara lain : aspirin, fenilbutazon, dan sulfonamid. Pendesakan merupakan hal yang terpenting untuk obat yang terikat lebih dari 95% dan mempunyai indeksi terapi sempit
A.2. Obat-obat yang Menstimulasi atau Menginhibisi Metabolisme Obat Lain
Interaksi obat yang menstimulasi atau penginhibisi metabolisme obat lain dapat menguntungkan atau merugikan tergantung dari sifat obatnya masing-masing. Contah obat yang dapat menstimulasi obat lain yaitu : antikonvulsan (Fenitoin, karbamazepin, dan fenobarbital), rifampisi, diklofenazon, dan griseovulvin. Contoh obat yang dapat menginhibisi obat lain yaitu : Allopurinol, kloramfenikol, simetidin, metronidazol, dan imidazol lainnya (ketokonazol), inhibitor monoamin oksidase, fenilbutazon, azoprazone, sulpirazone, dan antibiotik quinolon (contoh : ciprofloksasin)
A.3. Obat-obat yang mempengaruhi fungsi renal dan kliren ginjal dari obat objek. Contohnya : diuretik dan probensid
B. Obat-obat yang cenderung menjadi objek dari interaksi (obat objek), yaitu :
Selain ada obat-obat yang cenderung menyebabkan interaksi, ada juga obat yang cenderung menjadi objek interaksi obat yaitu obat-obat yang memiliki kurva dosis respon curam (dengan perubahan dosis yang kecil mengakibatkan perubahan efek terapi yang besar terutama bila menybabkan penurunan efikasi dari obat objek) dan obat yang memiliki rasio efek toksik dengan indeks terapi yang sempit. Contoh : antibiotika aminoglikosida, antikoagulan, antikonvulsan, antihipertensi, glikosida jantung, obat sitotoksika dan imunosupresan, kontrasepsi oral, dan obat-obat yang mepunyai aksi pada sistem saraf pusat.
Efek obat dapat bertambah kuat atau berkurang karena adanya interaksi. Akibat yang tidak dikehendaki dari peristiwa interaksi ini ada dua kemungkinan, yakni meningkatnya efek toksik atau efek samping obat, atau berkurangnya efek klinik yang diharapkan. Tetapi kebanyakan obat bersifat menguntungkan daripada merugikan.

INTERAKSI OBAT MERUGIKAN ATAU MENGUNTUNGKAN ?
Interaksi obat dapat berakibat menguntungkan atau merugikan. Interaksi obat yang menguntungkan contohnya antara lain :
1. Penisilin dengan probenesid
Probenesid menghambat sekresi penisilin di tubuli ginjal sehingga meningkatkan kadar penisilin dalam plasma dan dengan demikian meningkatkan efektifitas.
2. Metoklopramid dengan parasetamol
Metoklopramid meningkatkan pengosongan lambung sehingga akan mempercepat absorbsi analgesik terutama pada pengobatan migran akut.
3. Pada gagal jantung pengurangan aliran plasma pada ginjal dan perubahan tingkat aldosteron memulai terjadi retensi terhadap garam dan air, maka diuretik dan digitalis biasanya diberikan secara bersamaan. Interaksi obat yang merugikan, contohnya antara lain :
1. Kombinasi INH dan rifampisin dapat menyebabkan peningkatan hepatotoksik
2. Kombinasi eritromisin dan teofilin menyebabkan peningkatan kadar dan tosisitas teofilin, serta penurunan kadar eritromisin.
3. Kombinasi asam valproat dan fenitoin menyebabkan efek fenitoin meningkat sedangkan efek asam valproat berkuang, juga terjadi toksisitas fenitoin
4. Kombinasi antara aminofilin dan eritromisin menyebabkan peningkatan kadar dan toksisitas aminofilin, serta penurunan eritromisin.
Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi, terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan atau indeks terapi yang sempit atau meiliki kurva dosis respon yang curam, karena peningkatan sedikit saja dari kadar plasma dapat menimbulkan gejala toksik yang hebat, terutama antikoagulansia kumarin, teofilin, fenitoin, digoksin, tolbutamid, dan antidiabetik oral lainnya dan obat-obat yang memerlukan kontrol dosis yang ketat, contohnya : Antikoagulansia, antihipertensi, dan antidiabetik

Hasil klinik interaksi obat bisa berwujud :
1. Antagonisme (1+1 <2) adalah kegiatan obat pertama dikurangi atau ditiadakan sama sekali oleh obat kedua yang memiliki khasiat farmakologis yang bertentangan, misalnya adrenalin dan histamin :
2. Sinergisme (1+1>2) adalah kerjasama antara dua obat dan dikenal ada dua jenis, yaitu
2.1. Adisi (sumasi). Efek kombinasi adalah sama dengan jumlah kegiatan dari masing-masing obat (1+1 =2), misalnya kombinasi asetosal dan parasetamol.
2.2. Potensi (mempertinggi potensi). Kegiatan obat diperkuat oleh obat kedua (1+1 >2). Kedua obat dari kombinasi dapat memiliki kegiatan yang sama, seperti, estrogen dan progesteron, sulfametokzasol dan trimetroprim, asetosal dan kodein, atau suatu obat tidak memiliki efek bersangkutan misalnya, analgesika dan klorpromazin, benzodiazepin, benzodiazepin atau meprobamat dan alkohol, penghambat MA dan amfetamin dan lain-lain.
3.Idiosinkrasi adalah peristiwa suatu obat memberikan efek yang kualitatif total berlainan dari efek normalnya. Umumnya hal ini disebabkan oleh kelainan genetika pada pasien yang bersangkutan. Sebagai contoh disebut anemia hemolitik (kurang darah akibat terurainya sel-sel darah) setelah pengobatan malaria dengan primaquin atau derivatnya. Kelompok pasien yang sering mengalami interaksi obat, yaitu usia lanjut, pasien dengan penyakit kritis atau kronis, dan pasien yang mendapat prosedur pebedahan yang komplek,. Pasien tersebut sering mengalami kelemahan fungsi organ yang berdampak pada proses eliminasi obat keluar tubuh, hal ini dapat meningkatkan kemungkinan interaksi obat.

TIPE INTERAKSI OBAT
Macam-macam tipe interaksi obat yaitu obat dengan obat, obat dengan makanan, obat dengan penyakit, dan obat dengan tes laboratorium.
A. Interaksi Obat dengan Obat
Tipe interaksi obat dengan obat merupakan interaksi yang paling penting dibandingkan dengan ketiga interaksi lainnya. Semua pengobatan termasuk pengobatan tanpa resep atau obat bebas harus diteliti terhadap terjadinya interaksi obat, terutama bila berarti secara klinik karena dapat membahayakan pasien.
Dua faktor yang harus dipertimbangkan bila kombinasi antara obat-obat berpotensi terhadap terjadinya interaksi :
A.1. Apakah interaksi akan terjadi segera setelah atau beberapa saat setelah pemberian dengan kombinasi terapi ?
A.2. Apakah interaksi berpotensi untuk menimbulkan keparahan?
Mengetahui onset dan interaksi dapat menolong mencegah bila tingkat keparahan telah ditentukan dalam literatur atau memonitor terhadap interaksi. Contoh perubahan konsentrasi dalam darah. Interaksi obat tergantung pada tingkat keparahannya, maka perlu memberi informasi kepada pasien untuk melapor segera mungkin bila terjadi gejala yang menggangu. Tingkat keparahan suatu interaksi dapat dipengaruhi oleh konsentrasi serum obat sebelum obat yang berinteraksi diberikan atau oleh obat yang memiliki indeks terapi sempit. Contohnya : interaksi antara teofilin dan eritromisin, interaksi ini dapat meningkatkan konsentrasi serum dan toksisitas teofilin jika dosis eritromisin besar. Penghentian salah satu obat mungkin tidak diperlukan dalam interkasi klinik, bila :
A.1. Dosis dapat diubah
A.2. Dosis dari salah satu obat atau keduanya dapat dikurangi
A.3. Memonitor keadaan pasien dengan hati-hati
Bila dosis dari salah satu atau kedua obat dihentikan, maka obat lain juga memerlukan penyesuaian dosis
B. Interaksi Obat dengan Makanan
Tipe interaksi obat dengan makanan masih banyak belum diketahui dan dimengerti. Tipe interaksi kemungkinan besar dapat mengubah parameter farmakokinetik dari obat terutama pada proses absorpsi dan eliminasi, ataupun efikasi dari obat. Contoh : MAO inhibitor dengan makanan yang mengandung tiramin memacu pelepasan norepinefrin sehingga terjadi tekanan darah yang tidak normal, makanan berlemak meningkatkan daya serap griseofulvin, pemakaian kontrasepsi oral membutuhkan vitamin B yang lebih tinggi untuk memperoleh keadaan normal.
C. Interaksi Obat dengan Penyakit
Acuan medis seringkali mengacu pada interaksi obat dan penyakit sebagai kontraindikasi relatif terhadap pengobatan. Kontraindikasi mutlak merupakan resiko, pengobatan penyakit tertentu klirang secara jelas mempertimbangkan manfaat terhadap pasiennya. Pada tipe interaksi ini, ada obat-obat yang dikontraindikasikan pada penyakit tertentu yang didierita oleh pasien. Misalnya pada kelainan fungsi hati dan ginjal, pada wanita hamil ataupun ibu hamil yang sedang menyusui. Contohnya pada wanita hamil terutama pada trisemester pertama jangan diberikan obat golongan benzodiazepin dan barbiturat karena akan menyebabkan teratogenik berupa phocomelia.
D. Interaksi Obat dengan Tes Laboratorium
Interaksi obat dengan tes laboratorium dapat mengubah akurasi diagnostik tes sehingga dapat terjadi positif palsu dan negatif palsu. Hal ini dapat terjadi karena interferensi kimiawi. contoh interaksi obat dengan tes laboratorium misalnya pada pemakaian laksatif golongan atraquinon dapat menyebabkan tes urine pada uribilinogen tidak akurat.

DIMANA TEMPAT TERJADINYA INTERAKSI OBAT ?
Tempat terjadinya interaksi obat dapa dibedakan atas 3 tempat, yaitu : interaksi farmasetik (inkompatibilitas), interaksi pada proses farmakokinteik, dan interaksi pada proses farmakodinamik
A. Interaksi Farmasetik (inkompabilitas)
Interaksi farmasetik terjadi di luar tubuh (sebelum obat diberikan) antar obat yang tidak dapat dicampur (inkopatibel). Pencampuran obat yang demikian menyebabkan terjadinya interaksi secara langsung baik fisik atau kimiawi, yang hasilnya mungkin terlihat sebagai pembentukan endapan, perubahan warna dan lain-lain atau mungkin juga tidak terlihat. Interaksi farmasetik merupakan interaksi kimiawi, contohnya : pencampuran obat dalam larutan infus intravena. Interaksi farmasetik mengakibatkan hilangnya aktivitas dari obat objek.
B. Interaksi Farmkokinetik
Interaksi farmakokinetik terjadi apabila obat pressipitan mengubah proses absorbsi, distribusi, atau eliminasi dari obat objek. Dengan demikian interaksi ini mengikatkan atau mengurangi jumlah obat yang tersedia di dalam tubuh untuk menimbulkan efek farmakologiknya. Akibatnya, terjadi peningkatan toksisitas atau penurunan efektivitas obat tersebut. Interaksi farmakokinteik tidak dapat diekstrapolasikan ke obat lain yang segolongan dengan obat yang berinteraksi, sekalipun struktur kimianya miripi, karena antar obat segolongan terdapat variasi sifat-sifat fisikokimia yang menyebabkan variasi sifat-sifat farmakokinetiknya. Interksi farmakokinetik dapat digolongkan menjadi 4 kelompok, yaitu :
B.1. Interaksi farmakokinetik yang mempengaruhi absorbsi obat
B.2. Interaksi farmakokinetik yang mempengaruhi distribusi obat
B.3. Interaksi farmakokinetik yang mempengaruhi metabolisme obat
B.4. Interaksi farmakokinetik yang mempengaruhi ekskresi ginjal
C. Interaksi Farmakodinamik

LAXADINE EMULSI : KOMPOSISI, INDIKASI, ATURAN PAKAI, PERINGATAN DAN PERHATIAN, EFEK SAMPING, KONTRA INDIKASI, CARA PENYIMPANAN

Laxadine Emulsi 60 ml

LAXADINE EMULSI bekerja dengan merangsang peristaltik usus besar, menghambat reabsorbsi air, dan melicinkan faeces.

KOMPOSISI LAXADINE EMULSI
Tiap sendok takar (5 ml) mengandung :
phenopthalein              55 mg
paraffin liquidum      1200 mg
Glycerin                    378 mg

INDIKASI LAXADINE EMULSI
Diberikan pada keadaan konstipasi yang memerlukan :
- Perbaikan peristaltik
- Pelicin jalannya faeces
- Penambahan volume faeces secara sistematis sehingga faeces mudah dikeluarkan
- Persiapan menjelang tindakan radiologist & operasi.

ATURAN PAKAI LAXADINE EMULSI
Dewasa : 3 - 6 sendok takar
Anak 6-12 tahum : 1/2 dosis dewasa
Diminum sekali sehari pada malam hari menjelang tidur

PERINGATAN DAN PERHATIAN LAXADINE EMULSI
Hindari pemakaian yang terus menerus dalam waktu lama, karena dapat menyebabkan penurunan berat badan, kelemahan otot, kehilangan cairan dan elektrolit.
Hentikan penggunaan obat bila terjadi gangguan usus seperti mual dan muntah
Tidak dianjurkan untuk anak-anak di bawah umur 6 tahun, wanita hamil dan menyusui, usia lanjut kecuali atas petunjuk dokter

EFEK SAMPING LAXADINE EMULSI
Reaksi alergi kulit rash dan pruritus, perasaan terbakar, kolik, kehilangan cairan dan elektrolit, diare, mual, muntah

KONTRA INDIKASI LAXADINE EMULSI
Hipersensitivitas terhadap zat aktif dalam LAXADINE EMULSI, Ileus obstruksi dan nyeri abdomen yang belum diketahui penyebabnya.

CARA PENYIMPANAN LAXADINE EMULSI
Simpan LAXADINE EMULSIpada suhu di bawah 25 derajat celcius dan terlindung dari cahaya

LAXADINE EMULSI Diproduksi Oleh :
PT GALENIUM PHARMASIA LABORATORIES
KETOKONAZOLE KRIM : KOMPOSISI, CARA KERJA OBAT, CARA PEMAKAIAN, INDIKASI, KONTRAINIKASI, DOSIS PEMAKAIAN, LAMA PENGOBATAN, EFEK SAMPING, PERINGATAN DAN PERHATIAN, DAN PENYIMPANAN

KETOKONAZOLE KRIM : KOMPOSISI, CARA KERJA OBAT, CARA PEMAKAIAN, INDIKASI, KONTRAINIKASI, DOSIS PEMAKAIAN, LAMA PENGOBATAN, EFEK SAMPING, PERINGATAN DAN PERHATIAN, DAN PENYIMPANAN

KOMPOSISI KETOCONAZOLE KRIM :
Ketokonazol 2%

GOLONGAN OBAT KETOCONAZOLE KRIM
Obat Keras

CARA KERJA OBAT KETOCONAZOLE KRIM
Ketokonazole adalah suatu derivat imidazole-dioxolan sintesis yang memiliki aktivitas antimikrotik yang poten terhadap dermatofit dan ragi. Misalnya Tricophyton Sp, Epidermophyton fluccosum, Pityrosporum sp, Candida sp. Ketoconazole bekerja dengan menghambat "cytochrom P 450" jamur, dengan mengganggu sintesa ergosterol yang merupakan komponen penting dari membran sel jamur.

CARA PEMAKAIAN KETOCONAZOLE KRIM
Topikal

INDIKASI KETOCONAZOLE KRIM
Ketoconazole Krim diindikasikan untuk penggunaan topikal pada pengobatan infeksi dermatofit pada kulit seperti : Tinea corporis, tinea cruris, tinea manus, tinea pedis yang disebabkan oleh Tricophyton rubrum, Tricophyton mentagrophytes, Microsporum canis, dan Epidermophyton floccosum, juga pengobatan pada kandidosis kutis dan tinea (pityriasis) versikolor.

KONTRA INDIKASI KETOCONAZOLE KRIM
Hipersensitif terhadap ketokonazol atau salah satu komponen obat ini, wanita hamil dan anak dibawah 2 tahun.

CARA PEMAKAIAN KETOCONAZOLE KRIM
- Dioleskan sekali sehari pada daerah yang terinfeksi dan sekitarnya pada penderita kandidiasis kutis, kantinea korporis, kantinea kruris, katinea manus, katinea pedis dan tinea (pityriasis) versikolor
- Pada penderita dermatitis seboroik sekali atau dua kli sehari
- Pengobatan harus dilanjutkan untuk beberapa waktu, sedikitnya sampai beberapa hari setelah gejala-gejala hilang
- Diagnosa harus dipertimbangkan kembali jika tidak ada perbaikan krim setelah 4 minggu pengobatan

LAMA PENGOBATAN KETOCONAZOLE KRIM
- Tinea versicolor     : 2-3 minggu
- Infeksi jamur         : 2-3 minggu
- Tinea cruris           : 2-4 minggu
- Tinea corporis       : 3-4 minggu
- Tinea pedis           : 4-6 minggu
- Dermatitis seboroik : 2-4 minggu
- Terapi penunjang dermatitis seboroik : oleskan 1 atau 2 kali seminggu

EFEK SAMPING  KETOCONAZOLE KRIM
- Sedikit rasa iritasi dan rasa panas
- Alergi kulit lokal dermatitis kontak karena ketokonazole atau salah satu komponen obat seperti natrium sulfit atau propilen glikol (jarang).

PERINGATAN DAN PERHATIAN KETOCONAZOLE KRIM
- Hindarkan kontak dengan mata, bila hal ini terjadi bilas mata dengan air.
- Untuk mencegah "rebound effect" pada pasien yang menggunakan topikal kortikosteroid jangka panjang, dianjurkan untuk melanjutkan penggunakan topikal kortikosteroid bersamaan dengan ketoconazole topikal dan secara bertahap dosis steroid diturunkan selama 2-3 minggu sebelum penghentian penggunaan.
- Hati-hati penggunaan pada wanita hamil dan menyusui
- Efektifitas dan keamanan penggunaan pada anak-anak belum diketahui

PENYIMPANAN KETOCONAZOLE KRIM
Simpan pada suhu di bawah 30 derajat celcius, terlindung dari cahaya
Hindarkan dari jangkauan anak-anak.

Diproduksi oleh :
PT KIMIA FARMA Tbk
MEDAN - INDONESIA

Kategori

Kategori